Rabu, 07 Desember 2016

thumbnail

CERITA DEWASA - SEX DENGAN TANTEKU KETIKA TIDUR

SEX DENGAN TANTEKU KETIKA TIDUR


DaduSeks - kali ini menceritakan pengalaman Cerita Sex dari Seorang Remaja yang sudah lama menahan nafsu birahinya kepada Tantenya, yang pada akhirnya dia memperkosa Tante/Bibi kandungnya Ketika tidur. Langsung aja yuk baca dan simak baik baik cerita dewasa ini.
Awal mula cerita Sexku dengan tanteku adalah seperti ini. Perkenalkan namaku Adon, umurku 24 tahun, tinggi badanku 172 cm, dan berat badanku 65 kg. Panggilan akrabku kepada tanteku adalah “ Bibi “ . Ketika itu Kulihat bibi tidur tidak berselimut, dirumah Bibi hampir setiap kamar ada Acnya .Ketika itu aku melihat AC dikamar bibi temperaturnya di atur dengan suhu 21c . Bibi tertidur dengan posisi terlentang dan bibi hanya memakai baju daster biru yang bahannya agak tipis. Ketika itu Dasternya terlihat terangkat sampai di atas perut, sehingga terlihat CD sexynya yang dikenakannya berwarna putih berbahan tipis, sehingga terlihat belahan kemaluan bibi yang ditutupi oleh rambut hitam halus kecoklat-coklatan.

Sebut saja Tanteku ini bernama Mely ( nama samaran ), Bibi mempunyai Buah dada yang tidak terlalu besar, walaupun tidak terlau besar payudara Bibi tergolong montok, aku melihat payudaranya agak samar-samar di balik dasternya yang tipis itu, naik turun dengan teratur.Walaupun dalam posisi telentang, tapi buah dada bibi terlihat mencuat ke atas dengan putingnya yang coklat muda kecil.

Melihat pemandangan yang menggairahkan itu aku benar-benar terangsang hebat. Dengan cepat kemaluanku langsung bereaksi menjadi keras dan berdiri dengan gagahnya, siap tempur.
Perlahan-lahan kuberjongkok di samping tempat tidur dan tanganku secara hati-hati kuletakkan dengan lembut pada belahan kemaluan bibi yang mungil itu yang masih ditutupi dengan CD. Perlahan-lahan tanganku mulai mengelus-elus kemaluan bibi dan juga bagian paha atasnya yang benar-benar licin putih mulus dan sangat merangsang. Terlihat bibi agak bergeliat dan mulutnya agak tersenyum, mungkin bibi sedang mimpi, sedang becinta dengan paman.

Aku melakukan kegiatanku dengan hati-hati takut bibi terbangun. Perlahan-lahan kulihat bagian CD bibi yang menutupi kemaluannya mulai terlihat basah, rupanya bibi sudah mulai terangsang juga. Dari mulutnya terdengar suara mendesis perlahan dan badannya menggeliat-geliat perlahan-lahan. Aku makin tersangsang melihat pemandangan itu. Cepat-cepat kubuka semua baju dan CD-ku, sehingga sekarang aku bertelanjang bulat. Penisku yang 18 cm itu telah berdiri kencang menganguk-angguk mencari mangsa. Dan aku membelai-belai buah dadanya, dia masih tetap tertidur saja. Aku tahu bahwa puting dan klitoris bibiku tempat paling suka dicumbui, aku tahu hal tersebut dari film-film bibiku.

Lalu tanganku yang satu mulai gerilya di daerah vaginanya. Kemudian perlahan-lahan aku menggunting CD mini bibi dengan gunting yang terdapat di sisi tempat tidur bibi.Sekarang kemaluan bibi terpampang dengan jelas tanpa ada penutup lagi. Perlahan-lahan kedua kaki bibi kutarik melebar, sehingga kedua pahanya terpentang. Dengan hati-hati aku naik ke atas tempat tidur dan bercongkok di atas bibi. Kedua lututku melebar di samping pinggul bibi dan kuatur sedemikian rupa supaya tidak menyentuh pinggul bibi.

Tangan kananku menekan pada kasur tempat tidur, tepat di samping tangan bibi, sehingga sekarang aku berada dalam posisi setengah merangkak di atas bibi.Tangan kiriku memegang batang penisku. Perlahan-lahan kepala penisku kuletakkan pada belahan bibir kemaluan bibi yang telah basah itu. Kepala penisku yang besar itu kugosok-gosok dengan hati-hati pada bibir kemaluan bibi. Terdengar suara erangan perlahan dari mulut bibi dan badannya agak mengeliat, tapi matanya tetap tertutup.

Akhirnya kutekan perlahan-lahan kepala kemaluanku membelah bibir kemaluan bibi.Sekarang kepala kemaluanku terjepit di antara bibir kemaluan bibi. Dari mulut bibi tetap terdengar suara mendesis perlahan, akan tetapi badannya kelihatan mulai gelisah. Aku tidak mau mengambil resiko, sebelum bibi sadar, aku sudah harus menaklukan kemaluan bibi dengan menempatkan posisi penisku di dalam lubang vagina bibi. Sebab itu segera kupastikan letak penisku agar tegak lurus pada kemaluan bibi. Dengan bantuan tangan kiriku yang terus membimbing penisku, kutekan perlahan-lahan tapi pasti pinggulku ke bawah, sehingga kepala penisku mulai menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.

Kelihatan sejenak kedua paha bibi bergerak melebar, seakan-akan menampung desakan penisku ke dalam lubang kemaluanku. Badannya tiba-tiba bergetar menggeliat dan kedua matanya mendadak terbuka, terbelalak bingung, memandangku yang sedang bertumpu di atasnya. Mulutnya terbuka seakan-akan siap untuk berteriak. Dengan cepat tangan kiriku yang sedang memegang penisku kulepaskan dan buru-buru kudekap mulut bibi agar jangan berteriak.

Karena gerakanku yang tiba-tiba itu, posisi berat badanku tidak dapat kujaga lagi, akibatnya seluruh berat pantatku langsung menekan ke bawah, sehingga tidak dapat dicegah lagi penisku menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi dengan cepat. Badan bibi tersentak ke atas dan kedua pahanya mencoba untuk dirapatkan, sedangkan kedua tangannya otomatis mendorong ke atas, menolak dadaku. Dari mulutnya keluar suara jeritan, tapi tertahan oleh bekapan tangan kiriku.

” Eghhh… Ssssss… ahhhh… Uhhhhh…” desah nikmat Bibi,

Kemudian badannya mengeliat-geliat dengan hebat, kelihatan bibi sangat kaget dan mungkin juga kesakitan akibat penisku yang besar menerobos masuk ke dalam kemaluannya dengan tiba-tiba. Meskipun bibi merontak-rontak, akan tetapi bagian pinggulnya tidak dapat bergeser karena tertekan oleh pinggulku dengan rapat. Karena gerakan-gerakan bibi dengan kedua kaki bibi yang meronta-ronta itu, penisku yang telah terbenam di dalam vagina bibi terasa dipelintir-pelintir dan seakan-akan dipijit-pijit oleh otot-otot dalam vagina bibi. Hal ini menimbulkan kenikmatan yang sukar dilukiskan.Karena sudah kepalang tanggung, maka tangan kananku yang tadinya bertumpu pada tempat tidur kulepaskan. Sekarang seluruh badanku menekan dengan rapat ke atas badan bibi, kepalaku kuletakkan di samping kepala bibi sambil berbisik kekuping bibi.

” Sssssttt… Bi.., bi.. Tenang bi ini aku Adon… Ssssttt…” bisikku,

Bibi masih mencoba melepaskan diri, tapi tidak kuasa karena badannya yang mungil itu teperangkap di bawah tubuhku. Sambil tetap mendekap mulut bibi, aku menjilat-jilat kuping bibi dan pinggulku secara perlahan-lahan mulai kugerakkan naik turun dengan teratur.Perlahan-lahan badan bibi yang tadinya tegang mulai melemah. Kubisikan lagi ke kuping bibi,

“ Bii…, tanganku akan kulepaskan dari mulut bibi, asal bibi janji jangan berteriak yaa..? uajarku pada bibi,

Kemudian berlahan-lahan tangankupun mulai kulepaskan dari mulut bibi. Kemudian Bibi berkata,

“ Don.., apa yang kau perbuat ini..? Kamu telah memperkosa Bibi..!” ujar Bibi padaku,

Akupun tidak menjawab diam saja, tidak menjawab apa-apa, hanya gerakan pinggulku makin kupercepat dan tanganku mulai memijit-mijit buah dada bibi, terutama pada bagian putingnya yang sudah sangat mengeras. Rupanya meskipun wajah bibi masih menunjukkan perasaan marah, akan tetapi reaksi badannya tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang sudah mulai terangsang itu. Melihat keadaan bibi ini, tempo permainanku kutingkatkan lagi.

“ Ooohh.., Usshh… ahhhh… ssss…ahhh… enak Don … Ssss… ahhhh… ” desah dari mulut bibipun terdengar,

Dengan masih melanjutkan gerakan pinggulku, perlahan-lahan kedua tanganku bertumpu pada tempat tidur, sehingga aku sekarang dalam posisi setengah bangun, seperti orang yang sedang melakukan push-up. Dalam posisi ini, penisku menghujam kemaluan bibi dengan bebas, melakukan serangan-serangan langsung ke dalam lubang kemaluan bibi. Kepalaku tepat berada di atas kepala bibi yang tergolek di atas kasur. Kedua mataku menatap ke bawah ke dalam mata bibi yang sedang meram melek dengan sayu.
Dari mulutnya tetap terdengar suara mendesis-desis. Selang sejenak setelah merasa pasti bahwa bibi telah dapat kutaklukan, aku berhenti dengan kegiatanku. Setelah mencabut penisku dari dalam kemaluan bibi, aku berbaring setengah tidur di samping bibi. Sebelah tanganku mengelus-elus buah dada bibi terutama pada bagian putingnya,

“ Eghhhh… Ssss… Ahhh… Don… kenapa kamu lakukan ini kepada bibimu ini Don ..!” desah diiringi ucapnya padaku,

Sebelum menjawab aku menarik badan bibi menghadapku dan memeluk badan mungilnya dengan hati-hati, tapi lengket ketat ke badan. Bibirku mencari bibinya, dan dengan gemas kulumat habis. Mulailah sekarang bibi menyambut ciumanku dan lidahnya ikut aktif menyambut lidahku yang menari-nari di mulutnya. Selang sejenak kuhentikan ciumanku itu. Sambil memandang langsung ke dalam kedua matanya dengan mesra,

“ Bii.. sebenarnya aku sangat sayang sekali sama Bibi, Bibi sangat cantik lagi ayu..!”

Ucapku sedikit memujinya,

Sembari berkata itu kuciumi bibirnya selintas dan melanjutkan perkataanku,

“ Setiap kali melihat Bibi bermesrahan dengan Paman, aku kok merasa sangat cemburu, seakan-akan Bibi adalah milikku, jadi Bibi jangan marah yaa kepadaku, ini kulakukan karena tidak bisa menahan diri ingin memiliki Bibi seutuhnya. “ ucapku pada Bibi,
Selesai berkata itu aku menciumnya dengan mesra dan dengan tidak tergesa-gesa.Ciumanku kali ini sangat panjang, seakan-akan ingin menghirup napasnya dan belahan jiwanya masuk ke dalam diriku. Ini kulakukan dengan perasaan cinta kasih yang setulus-tulusnya. Rupanya bibi dapat juga merasakan perasaan sayangku padanya, sehingga pelukan dan ciumanku itu dibalasnya dengan tidak kalah mesra juga.Beberapa lama kemudian aku menghentikan ciumanku dan aku pun berbaring telentang di samping bibi, sehingga bibi dapat melihat keseluruhan badanku yang telanjang itu.

“ Wahhh.., gede banget barang kamu Don..! Itu sebabnya tadi Bibi merasa sangat penuh dalam badan Bibi.” katanya, mungkin punyaku lebih besar dari punya paman,

Lalu aku mulai memeluknya kembali dan mulai menciumnya. Ciumanku mulai dari mulutnya turun ke leher dan terus kedua buah dadanya yang tidak terlalu besar tapi padat itu. Pada bagian ini mulutku melumat-lumat dan menghisap-hisap kedua buah dadanya, terutama pada kedua ujung putingnya berganti-ganti, kiri dan kanan.Sementara aksiku sedang berlangsung, badan bibi menggeliat-geliat kenikmatan.

Dari mulutnya terdengar suara mendesis-desis tidak hentinya. Aksiku kuteruskan ke bawah, turun ke perutnya yang ramping, datar dan mulus. Maklum, bibi belum pernah melahirkan. Bermain-main sebentar disini kemudian turun makin ke bawah, menuju sasaran utama yang terletak pada lembah di antara kedua paha yang putih mulus itu.Pada bagian kemaluan bibi, mulutku dengan cepat menempel ketat pada kedua bibir kemaluannya dan lidahku bermain-main ke dalam lubang vaginanya. Mencari-cari dan akhirnya menyapu serta menjilat gundukan daging kecil pada bagian atas lubang kemaluannya. Segera terasa badan bibi bergetar dengan hebat dan kedua tangannya mencengkeram kepadaku, menekan ke bawah disertai kedua pahanya yang menegang dengan kuat.

“Oohh.., Don.., oohh.. eunaakk.. Don..!” Desah nikmat panjang keluar dari mulutnya,

Sambil masih terus dengan kegiatanku itu, perlahan-lahan kutempatkan posisi badan sehingga bagian pinggulku berada sejajar dengan kepala bibi dan dengan setengah berjongkok.
Posisi batang kemaluanku persis berada di depan kepala bibi. Rupanya bibi maklum akan keinginanku itu, karena terasa batang kemaluanku dipegang oleh tangan bibi dan ditarik ke bawah. Kini terasa kepala penis menerobos masuk di antara daging empuk yang hangat. Ketika ujung lidah bibi mulai bermain-main di seputar kepala penisku, suatu perasaan nikmat tiba-tiba menjalar dari bawah terus naik ke seluru badanku, sehingga dengan tidak terasa keluar erangan kenikmatan dari mulutku.

Dengan posisi 69 ini kami terus bercumbu, saling hisap-mengisap, jilat-menjilat seakan-akan berlomba-lomba ingin memberikan kepuasan pada satu sama lain. Beberapa saat kemudian aku menghentikan kegiatanku dan berbaring telentang di samping bibi. Kemudian sambil telentang aku menarik bibi ke atasku, sehingga sekarang bibi tidur tertelungkup di atasku. Badan bibi dengan pelan kudorong agak ke bawah dan kedua paha bibi kupentangkan. Kedua lututku dan pantatku agak kunaikkan ke atas, sehingga dengan terasa penisku yang panjang dan masih sangat tegang itu langsung terjepit di antara kedua bibir kemaluan bibi.Dengan suatu tekanan oleh tanganku pada pantat bibi dan sentakan ke atas pantatku, maka penisku langsung menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi. Amblas semua batangku.

“ Uhhhh… Sss. Ahhhhh… Ouhhh… Aahh… !” Desah panjang kenikmatan keluar dari mulut bibi lagi,

Aku segera menggoyang pinggulku dengan cepat karena kelihatan bahwa bibi sudah mau klimaks. Bibi tambah semangat juga ikut mengimbangi dengan menggoyang pantatnya dan menggeliat-geliat di atasku. Kulihat wajahnya yang cantik, matanya setengah terpejam dan rambutnya yang panjang tergerai, sedang kedua buah dadanya yang kecil padat itu bergoyang-goyang di atasku.Ketika kulihat pada cermin besar di lemari, kelihatan pinggul bibi yang sedang berayun-ayun di atasku.

Batang penisku yang besar sebentar terlihat sebentar hilang ketika bibi bergerak naik turun di atasku. Hal ini membuatku jadi makin terangsang. Tiba-tiba sesuatu mendesak dari dalam penisku mencari jalan keluar, hal ini menimbulkan suatu perasaan nikmat pada seluruh badanku.

Kemudian air maniku tanpa dapat ditahan menyemprot dengan keras ke dalam lubang vagina bibi, yang pada saat bersamaan pula terasa berdenyut-denyut dengan kencangnya disertai badannya yang berada di atasku bergetar dengan hebat dan terlonjak-lonjak. Kedua tangannya mendekap badanku dengan keras. Pada saat bersamaan kami berdua mengalami orgasme dengan dasyat. Akhirnya bibi tertelungkup di atas badanku dengan lemas sambil dari mulut bibi terlihat senyuman puas.

” Don.., terima kasih ya Don. Kamu telah memberikan Bibi kepuasan sejati..!” ucapnya Setelah mendapatkan Orgasmenya,

Kemudian kami bersama-sama ke kamar mandi dan saling membersihkan diri satu sama lain.
Sementara mandi, kami berpelukan dan berciuman disertai kedua tangan kami yang saling mengelus-elus dan memijit-mijit satu sama lain, sehingga dengan cepat nafsu kami terbangkit lagi. Dengan setengah membopong badan bibi yang mungil itu dan kedua tangan bibi menggelantung pada leherku, kedua kaki bibi kuangkat ke atas melingkar pada pinggangku dan dengan menempatkan satu tangan pada pantat bibi dan menekan, penisku yang sudah tegang lagi menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.

“ Uhhhh…. Ahhhh… Sss… Ahhhh… sungguh luar biasa … Ahhhh… ! ” Desah rintihan bibi uar dari mulutnya,

Akupun menggerakan-gerakan pantatku maju-mundur sambil menekan ke atas.Dalam posisi ini, dimana berat badan bibi sepenuhnya tertumpu pada kemaluannya yang sedang terganjel oleh penisku, maka dengan cepat bibi mencapai klimaks.

”Aaduhh.. Don.. Biibii.. maa.. maa.. uu.. keluuar.. Don..!” dengan desah panjang disertai badannya yang mengejang,

Akhirnya bibipun mencapai orgasme lagi, dan selang sejenak terkulai lemas dalam gendonganku. Masih dengan penisku masih berada di dalam lubang kemaluan bibi, aku terus membopongnya. Aku membawa bibi ke tempat tidur. Dalam keadaan tubuh yang masih basah kugenjot bibi yang telah lemas dengan sangat bernafsu,

“ Plok… Plok… Plok… Plak… Plak… Plak… Ohhhhh…. “ suara sentuhan kulitku dengan kulit bibi,

Dengan power yang penuh akupun mengenjot Penisku dengan sangat cepat kedalam Vagina Bibi. Akhirnya Selang beberapa menit Peniskupun terasa tidak kuat menahan Spermaku yang nampaknya akan keluar, dan….

“ Crot… Crot… Crot… Crot… Ahhhhhhhhhhhh … Ohhhhhhh… “ desahku nikmatku,

Akhirnya kudapatkanlah Orgasmeku dan terbanjirilah Vagina Bibi oleh spermaku. Kemudian Akupun menekan kuat-kuat pantatku Sambil kupeluk badan bibi erat-erat sembari merasakan Spermaku yang tumpah dengan deras ke dalam lubang kemaluan bibi. Sungguh Hubungan Sex yang sangat luar biasa yang kurasakan bersama Bibi. Sekian Cerita Sex dari saya. END.

Selasa, 06 Desember 2016

thumbnail

CERITA DEWASA - SEKRETARIS KU YANG DOYAN NGENTOT

SEKRETARIS KU YANG DOYAN NGENTOT


DaduSeks - kali ini menceritakan pengalaman sexs pribadi dari seorang Bos salah satu perusahaan di kota yang tidak disebutkan, dia melakukan Sex disebuah Hotel Bintang 5 dengan sekretarisnya yang amat sangat Sexy,binal, dan doyan Sex banget . Langsung aja yuk baca dan simak baik baik cerita dewasa ini.

Apa kabar para pembaca ??? semoga baik-baik aja yah kabarnya..hhe. Sebelum saya memulai Kisah Sex saya, perkenalkan nama saya Andi ( nama samaran), umur saya sekitar 32 tahun, tinggi saya cukup proposional yaitu sekitar 173 cm, berat badan sekitar 70 kg cukup ideal lah kalau menurutku. Yaudah langsung aja Cerita Dewasa Terupdate saya.hhe , saya adalah seorang bos disuatu perusahaan swasta yang tidak perlu disebutkan dimana kota dan nama kantornya.

Pada hari itu, penampilan Sekretarisku yang bernama Desi berpenampilan lebih menarik dari biasanya, emang sih dia setiap haripun selalu terlihat menggairahkan, tapi hari ini lebih So WOW. Dia mengenakan blazer dan rok mini yang serba merah, sangat kontras dengan kulitnya yang putih dan mulus. Belum lagi lipsticknya yang merah senada dengan bibirnya yang mungil serta rambutnya yang agak pirang lurus terurai, membuat wajahnya yang jutek tapi menggemaskan itu makin nampak sensual, dijamin kalau para pembaca melihat sosok Sekretaris wanitaku ini nggk bakalan kuat nahan deh, yakin banget saya.hha. jangan ngiler dulu ya para pembaca. Singkat cerita aja nih, ketika itu dia kebelan lewat didepanku, dan saya,

“ Wuidihhhhhh…. Hari ini kamu kelihatan beda banget deh Des, lebih gimana gitu … seger banget deh ah dilihatnya ..hhe…“ pujiku padanya.

“ Iya dong bos kan hari ini ulang tahunku, jadi boleh dong tampil beda,? jawabnya sewaktu kupuji.

“ Ooo… hari kamu ulang tahun, asik nih… kalau gitu pulang kantor nanti kita langsung makan-makan ya,? kataku lagi.

Tanpa menjawab diapun cuma mengangguk sembari dengan senyum manisnya. Singkat cerita aja n ih pembaca,akhirnya tibalah saat waktu pulang kantor, dan kami bergegas langsung menuju ke resto di sebuah hotel Bintag 5. Seperti biasa kamipun mengobrol sambil menikmati makanan yang kami pesan. Memang sih, hubunganku dengannya bukan hanya didalam lingkungan kerja saja, aku dan Desi mempunyai hubungan pribadi yang sangat spesial hhe… bisa dikatan Teman tapi gitu deh pokoknya. Aku sering ajak dia jalan, entah itu nonton atau sekedar ke cafe. Dari cerita-ceritanya, aku jadi tahu juga bahwa dia belum lama putus dengan cowoknya orang USA. Bahkan lebih jauh lagi, dia memberitahukan aku tentang bahaea dia sering melakukan Making Love selama pacaran dengan Pria USA itu, dan menurut dia gaya yang paling membuat dia puas adalah bila dia melakukan Posisi Sex Doggie style. Entah kenapa dia begitu terbuka padaku tentang privasinya.

Singkat cerita selesailah kita makan, kemudian akupun membuat surprise dengan memberinya hadiah menginap di hotel tersebut. Yang kebetulan hari itu hari Jumat sehingga dia tidak usah memikirkan kerja esok harinya karena sabtu dan minggu adalah hari libur. Kubertahukanlah hadiah menginap dihotel ini, dan…

“ Wahhhhh… ini beneran Bos, makasih bos ya kado ulang tahunya… ? bisiknya di telingaku sambil mengecup pipiku.

Kemudian aku mengantarnya dia ke kamarnay yang berada dilantai atas dan melanjutkan ngobrol sambil minum wine dikamarnya.

“ Des, kamu mau minta mado apa lagi dari aku, mumpung aku belum pulang ? tanyaku.

” Emmmm … minta pa yah… Oh iya aku minta 2 hal aja sama kamu bos, Pertama, Bos nggak usah pulang, dan yang kedua, Aku pengen gantian berperan menjadi bos malem ini aja, kan Bos biasa perintah aku, sekarang aku yang perintah Bos gantian ya !!! gimana Deal ?? pintanya dengan agak centil.

Sejenak aku terkaget mendengar permintaannya, dan baru kuingat cerita dia yang suka mendominasi pacarnya tadi. Karena dia berulang tahun hari ini dan aku jua sayang pada dia sembari penasaran juga, setelah terdiam sejenak aku langsung mengiyakan permintaanya.

“ Ok deh deal, kupenuhi permintaanmu bosku yang cantik, sekarang aku siap melakukan apa saja yang bos perintah, oh iya jangan panggil aku Bos lagi ya,? Ujar candaku padanya.

Layaknya Bos dan anak buahnya kamupun mulai bermain sandiwara. Dengan tetap duduk dan menyulut rokok, Desi mulai memerankan dirinya sebagai bos dengan wajah yang jutek dan itu pantas sekali diperankannya.

“ Oke Ndi kamu malam ini kamu menjadi anak buahku,kamu harus turuti semua perintah bosmu ini. Sekarang aku mau kamu lucuti seluruh pakaianmu sambil berdiri dihadapanku !!!! uajrnya padaku.

Perintah Desi membuatku kaget setengah mati, akupun teriam sejenak, lalu,

“ Hahhhhh…. buka semuanya ini bos, Bos serius ini?? tanyaku lagi padanya,karena aku ragu.

“ Iyalah buka semunya !!! kenapa ??? kamu mau ngebantah perintah Bosmu ??? ujarnya padaku dengan profesional layaknya bos sungguhan.

“ I…ii… iya bos, saya siap menerima perintah bos, “ jawabku terbata-bata sembari berdiri pelan-pelan mulai melucuti satu persatu pakaianku mirip penari striptis.

Bersamaan dengan lepasnya pakaian terakhirku alias CD-ku, kulihat Desi menatap batang kemaluanku yang masih belum bangkit sambil mengepulkan asap rokoknya. Karena risih, kusilangkan kedua tanganku menutupinya. Namun tiba-tiba Desi beranjak dari tempat duduknya lalu mengambil ikat pinggang di celanaku. Tangannya kemudian menarik paksa kedua tanganku ke belakang dan diikatnya dengan ikat pinggangku.

“ Nah gini dong nurut sama perintah bos, beginikanterlihat lebih okey, “ katanya lagi sembari duduk kembali di sofa.

Kemudian diapun menyilangkan kakinya yang ramping itu agak tinggi sehingga rok mini merahnya makin naik ke atas. Spontan kelakianku mulai bangkit perlahan-lahan melihat pemandangan indah pahanya yang putih mulus serta padat berisi itu. Dan memang ini yang diharapkannya.

“ Andi… cepat tunujukin seberapa besar Penis kamu pada Bos,!!!” katanya lagi yang dilanjutkan dengan diluruskannya kakinya ke depan hingga ujung sepatunya yang runcing menempel di batang kemaluanku.
Dengan posisiku yang masih berdiri dengan tangan terikat, makin tak karuan perasaanku. Gesekan-gesekan ujung sepatunya di kemaluanku membangkitkan sensasi tersendiri dan malah justru membuatku ingin terus mengikuti permainannya. Sesekali diputar-putarnya sepatunya mengelilingi batang kemaluaku yang makin mengeras sambil terkadang mempertontonkan keindahan pahanya dengan membuka sedikit kaki satunya. Tiba-tiba, Desi menghentikan kegiatannya dan menarik kakinya kembali. Dan mengatakan,

“ Kenapa wajah kamu seperti itu, Keenakan kamu ya Ndi, sekarang berlutut didepanku !!! ujarnya padaku.

Semua perintah Desi yang diperintahkan padakupun kuturuti tanpa membangkang sedikitpun, kemudian dia,

“ Heh kamu Andi, kamu harus berterima kasih sama sepatu ini yang membuatmu keenakan, “ ujarnya lai padaku.

Tanpa memeberiku kesempatan untuk menjawab,menjawab, Dia menyodorkanlah sepatu itu kearah mukaku, sembari dia melepas sepatunya yang berhak tinggi itu, dan dia,

“ Cepetankamu berterima kasih dengan sama sepatu ini dengan cara mencium sepatu ini !!!” perintahnya dengan tegas padaku.

Belum sempat aku mneghelak nafasku, lubang sepatunya sudah menutupi hidung dan mulutku sehingga aku menghirup langsung aroma khas di dalamnya yang makin membangkitkan nafsuku. Tangannya terus menekan sepatunya ke mukaku dan tak membiarkan aku menghirup udara segar, sementara aku tak berdaya dengan posisi berlutut dan tangan terikat.

“ Nihhhh… Enakkan bau sepatu Bosmu ini ? kamu pasti lebih suka lagi sama yang memakai sepatu ini deh? katanya sambil menarik sepatunya dari mukaku.

Dengan cepat Desi diangkatnya kaki kanannya lurus ke depan hingga kakinya hanya beberapa centi saja di depan mukaku. Kutatap sejenak kakinya yang indah dan bersih itu. Jari-jarinya mungil dan putih, kontras sekali dengan Kutexnya yang merah merona.

“ Andi… !!! cepetan..!!! tunggu apa lagi..? buruan cium kakiku !!! printah tegasnya lagi padaku.

“ Ba… ba… baiik… baik Bos,? jawabku sambil perlahan menundukkan kepalaku menghampiri kakinya.

Aku mulai mendaratkan bibirku di punggung kakinya dan kugeser pelan dari atas ke bawah sambil merasakan kehalusan kulitnya. Dari situ kugeser lagi bibirku ke samping kakinya hingga ke mata kaki yang membuatnya menggelinjang kegelian. Desi nampak sangat menikmatinya sambil terus mengepulkan asap rokoknya. Dinaikkannya sedikit kakinya agar aku bisa menciumi telapak kakinya yang berlekuk indah itu. Desi makin kegelian dan mulai merintih pelan waktu kucium sepanjang telapak kakinya yang beraroma khas, namun justru makin membangkitkan nafsuku.

“ Ayo, jilatin kakiku, cepet julurkan lidahmu !!! perintahnya lagi yang langsung kukerjakan dengan penuh nafsu.

Dari jilatan panjang telapak kakinya, kuakhiri di bawah jari-jari kakinya yang membuat Desi menggeliat dan menarik kakinya mundur.

“ Sekarang buka mulut kamu !!!!! perintahnya.

Belum Sempat mulutku terbuka semua, ujung kakinya didorongnya masuk sehingga jari-jari kakinya yang mungil berada di mulutku sampai aku gelagepan. Tanpa menunggu perintahnya, kumainkan lidahku disela-sela jarinya sambil sesekali menghisapnya. Kulihat kepala Desi menengadah ke atas, tanda menahan geli yang sangat.

“ Sekarang emutin satu persatu jariku !!! demikian liar pintanya.

Lalu sambil kuhisap satu demi satu, diam-diam Desi membuka sepatu kaki kirinya dan langsung mengarahkannya ke hidungku yang bebas, lalu menjepitkan jari-jarinya di situ. Kini lengkap sudah kedua kakinya yang mungil itu terlayani sekaligus. Satu di mulutku dan satunya di hidungku. Sementara itu, aku makin bisa menikmati permainan yang penuh sensasi ini, bahkan makin penasaran menunggu perintah selanjutnya. Kegiatan tadi cukup membuatnya berkeringat, walaupun AC di kamar cukup dingin. Desi sekonyong-konyong menghentikan permainannya dan berdiri meninggalkanku yang masih dalam posisi berlutut. Dari kejauhan kulihat dia mulai melepas blazer dan bajunya sekaligus, sementara BH dan rok mininya masih dibiarkan menempel.

“ Andi, coba kamu kemari deh !!! teriaknya dari depan lemari kamar.

Aku kemudian menghampirinya dan berdiri di belakangnya.

“ Kamu lihat nggak badanku berkeringat, ayo jilatin biar keringatku kering !!! perintahnya lagi,

Desi selalu memberi Perintah yang semakin menggila dan membuatku kaget. Namun aku yang tak berdaya dengan tangan masih terikat ini cuma bisa memenuhi permintaannya saja. Dari posisiku berdiri, kembali batang kemaluanku berdenyut-denyut memandang kemulusan kulit tubuhnya bagian atas yang putih bersih serta mengkilap karena keringatnya. Dan waktu kutempelkan bibirku di bahunya, tercium aroma tubuhnya yang sangat merangsang gairahku. Campuran antara parfum dan keringatnya ini membuatku tak langsung menjilatinya, namun kugunakan hidung dan bibirku terlebih dahulu untuk menghirup sepuas-puasnya keharuman tubuhnya. Desipun tak menolak, bahkan menggeliatkan tubuhnya waktu ciumanku berpindah dari bahunya ke sepanjang lehernya yang putih mulus. Tak kulewatkan gigitan-gigitan kecil di telinganya sebelum Desi menyibakkan rambutnya dengan tangan kirinya memintaku turun ke tengkuknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu.

Mulailah dari situ, lidahku mulai menari-nari dengan turus turun menyusuri punggungnya yang mengkilap hingga ke atas rok mininya yang masih menempel kencang. Wajahku lalu kugerakkan ke arah pinggangnya yang ramping, dan waktu Desi menggeliat dengan kedua tangan ke atas, wajahku kugeserkan ke atas menuju ketiaknya yang terbuka lebar. Desi makin menggelinjang waktu bibir dan hidungku berputar-putar di ketiaknya yang putih bersih tanpa bulu itu, sampai-sampai lengannya dirapatkan kembali hingga kepalaku terhimpit di situ.

“ Ssssshhgg… aaaaaah…. Mulai nakal kamu yah… Eummmmm… ohhh…,? desah Sylvi sambil menahan geli.

Tak banyak yang bisa kulakukan kecuali menghirup aromanya yang penuh sensualitas itu. Entah apa lagi yang akan dilakukannya. Desi melepaskan kepalaku tiba-tiba lalu berbalik dan menyuruhku kembali berlutut. Dengan gerakan refleks, tangannya masuk ke dalam rok mininya dan menarik celana dalamnya ke bawah. Begitu lepas, Desi langsung merenggangkan kakinya dan mengangkat sedikit demi sedikit rok mininya dengan kedua tangannya, hingga muncul pemandangan indah tepat di depan wajahku. Bagian bawah kemaluannya nampak mengintip di balik rok mininya yang tersingkap. Batang kemaluanku makin keras memandangnya, apalagi dibarengi dengan liukan-liukan erotis pinggulnya yang menggodaku.

“ Hayooo Kamu nglihatin Memek aku ya, pasti kamu ingin merasakannya kan??? Ayo, tunggu apa lagi, Jilatin sepuas kamu !!! katanya keras sambil menjambak rambutku dan menariknya ke dalam rok mininya.

Terbenamlah wajahku jadi di selangkangannya dengan posisi terus berlutut dan kedua tanganku yang masih terikat ke belakang. Mulailah bibir dan lidahku menjalankan tugasnya dengan melumat liang kemaluannya yang ternyata sudah basah sedari tadi. Aroma khasnya di situ makin membangkitkan nafsuku untuk memainkan lidahku dengan liar. dan membuat liukan-liukan Desi menjadi makin tak karuan menahan nikmat yang tiada tara. Kadang-kadang kakinya bergetar waktu bibirku menemukan clitorisnya dan mengemutnya lembut.

Merasa tak tahan lagi, Desi malah menaikkan kaki kirinya ke atas meja koper di sampingnya, sehingga praktis rok mininya tak menutupi apa-apa lagi. Liang kemaluannya makin terbuka lebar yang membuat lidahku makin leluasa menjilat dan mengemut segala sudutnya. Tangannya makin keras menjambak rambutku ikut mengatur gerakan-gerakan kepalaku di selangkangannya, sampai akhirnya dengan sekuat tenaga ditekannya dalam-dalam wajahku dibarengi dengan hentakan-hentakan pinggulnya yang hebat.

“ Ahhhh… Ssssshhh… aghhhhh…,? desahnya mulai terdengar.

Desah Desi menandakan bahwa dia telah mencapai puncak kenikmatannya. Kemudian kedua pahanya menghimpit keras kepalaku beberapa saat lamanya. Sementara itu wajahku pun tak bisa banyak bergerak dan hanya bisa menikmati hangatnya cairan yang membanjir dari liang kewanitaannya. Pelan-pelan himpitannya pahanya mengendur, lalu dia menyuruhku duduk di kursi tegak di depan meja rias. Desi tetap tak membuka ikatan tanganku, bahkan memindahkannya ke belakang kursi, sehingga posisiku mirip orang tahanan yang sedang diinterogasi. Bedanya aku dalam keadaan bugil total dengan batang kemaluanku yang berdiri tegak dan sulit turun, apalagi melihat di kaca rias, Desi mulai memerosotkan rok mini merahnya di sebelahku.

Lalu 10 menit kemudian Desi membuat kejutan lagi dengan segera duduk di meja rias depanku dengan posisi kaki mengangkang dan tangan menumpu ke belakang. Sengaja rupanya dia berbuat begitu agar aku makin tersiksa memandang segarnya kemaluan wanita muda ini serta keindahan tubuhnya tanpa bisa berbuat apa-apa, walaupun masih tersisa BH mini hitamnya yang membuat buah dadanya menyembul bak hendak keluar. Tetap masih dengan liukan-liukan erotisnya dengan wajahnya yang dingin penuh sensualitas menatapku, pelan-pelan kedua kakinya diturunkan sambil memajukan tubuhnya hingga kakinya terkangkang menghimpit pinggir kursi yang kududuki. Ingin rasanya segera kutusukkan batang kemaluanku yang tepat berada di bawah kemaluannya, namun Desi punya sensasi lain.

Mataku yang kini tepat di depan buah dadanya harus memandang gerakan tangannya yang perlahan ke belakang, membuka kaitan BH-nya dan melemparnya jauh. Kedua tangannya lalu dilepaskannya ke samping sambil lebih menegakkan badannya membiarkan mataku tak berkedip memandang kedua bukitnya yang tak begitu besar namun bulat padat dan mancung ke depan. Putingnya yang nampak menegang berwarna merah muda itu sangat kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih mulus. Desi membuatku makin panas-dingin dengan gerakan tangannya kemudian yang memelintir-melintir sendiri putingnya sambil meliuk-liuk.

“ Kamu pasti mau inikan Ndi ??? ujar Desi menggodaku.

“ Iya Bos.. aku mau banget… please kasih aku Bos,? pintaku menyambung.

“ Ayo jilatin kalau kamu mau !!!! perintahnya sambil tiba-tiba menyodorkan buah dadanya ke depan.

“ Srusup… Srusup… Srusup…? lidahku menjilat-jilat putingnya dengan ganasnya bak makan buah simalakama.

Bersamaan dengan itu Desi menurunkan tubuh mungilnya sehingga batang kemaluanku yang makin tegak mengeras terbenam ke dalam lubang kemaluannya.

“ Ahhhhhh…. Sssshhhhgg… Ahhhhh… , “ desah kami hampir bersamaan merasakan nikmat yang penuh sensasi ini.

Tubuhnya bergoyang hebat seirama dengan membabi butanya bibir dan mulutku menjelajah kedua bukitnya yang berguncang-guncang bebas. Keringatnya yang deras di situ makin melicinkan jalannya bibirku berpindah-pindah di kedua bukitnya.

“ Ndi, Ayo gigit payudaraku… dan isep sepuas kamu !!! perintahnya lagi sambil meluruskan kedua tangannya berpegangan pada ujung atas kursiku.

Gerakan pinggulnya yang kadang berputar kadang naik-turun membuat batang kemaluanku bagai dikocok dan terasa semakin licin menembus lubang kemaluannya dari bawah. Ketika goyangannya makin cepat, kembali mendadak Desi menghentikan gerakannya dan mengangkat tubuhnya buru-buru.

“ Stopppp… Aku mau ganti posisi lain Ndi,” katanya cepat sambil membuka ikatan tanganku, lalu naik ke tempat tidur dengan posisi merangkak.

Pantatnya yang putih mulus menungging di hadapanku membuatku berinisiatif menciumi bongkahan pantatnya bersamaan dengan kubukanya kedua pahanya lebih lebar dengan tanganku yang sudah bebas. Desi tak tahan, apalagi waktu kujilat panjang berulang-ulang di sepanjang belahan pantatnya.

“ Cepat masukkin Penis kamu, “ teriaknya yang menahan geli.

Segera kuhujamkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya dari belakang. Desi meronta-ronta kenikmatan waktu gerakan memompaku makin cepat, apalagi dibarengi kedua tanganku yang begerilya meremas-remas buah dadanya di depan. Kembali Desi tak tahan, dan dia menginginkan permainan ini diakhiri dengan posisi berhadapan. Tubuhnya membalik dengan cepat dan menjepitkan kedua kakinya di pinggangku. Dengan cepat kupompakan batang kemaluanku yang disambut kembali dengan goyangan pinggulnya yang seksi. Desi lalu melepaskan jepitan kakinya dan menaruh ujung kakinya di kedua bahuku.

“ Gunakan mulutmu.. ciumi apa yang ada padaku !!! “ perintahnya sambil tersengal-sengal kenikmatan.

“ Iya bos siap laksanakan,” jawabku lagi sambil meraih kedua kakinya yang indah itu ke wajahku dan kujilat-kujilat dengan lahap telapak kakinya.

Goyangan pinggulnya menjadi semakin menggila mengikuti kegelian di kakinya. Sementara posisi batang kemaluanku yang masuk tegak lurus ke liang kemaluannya membuatnya makin mendekati klimaks. Benar saja, Desi melebarkan pahanya tiba-tiba dan menarik tubuhku ke arahnya.

“ Ahhhh…. Ahhhhhh… Lebih cepat Ndi… entot aku lebih cepat… sssshhhhgggg… ayo ndii…. Ssgghh … ahhh…!!! “ perintahnya yang segera kuikuti dengan hujaman batang kemaluanku yang makin dalam dan cepat dibarengi dengan mulutku yang kini mendarat di buah dadanya kembali.

“ Ahhhh… enak Ndi … ahh…. ahhhh.. “ teriak Desi bersamaan dengan tubuhnya yang melengkung ke atas menandakan kenikmatan tiada tara.

Lalu Desi yang mengetahui aku belum mencapai klimaks dia langsung meraih batang kemaluanku dan mengocoknya Penisku dengan cepat menggunakan tangan halusnya,lalu,

“ Ndi… Aku mau Sperma kamu dikeluarkan dimulutku yaaa…!!! kata Silvy sambil membuka bibirnya yang sensual itu tepat di depan batang kemaluanku.

“ Sssshhggg … Ahhhhh… Iya bos iya, ahhhhh “ jawabku tersengal-sengal menahan nikmat.

Kemudian berbarengan dengan menyemburnya cairan dari ujung batang kemaluanku yang langsung memenuhi mulut dan wajah Desi. Tak Cuma berhenti disitu saja. Desi kemudian menjilat-jilat sisa cairan di sepanjang batang kemaluanku, memainkan lidahnya di ujung kepalanya, dan diakhiri kuluman lembut dengan memasukkan dalam-dalam batang kemaluanku ke mulutnya yang membuatku bagai terbang di awan. Setelah telah kukeluarkan Spermaku di dalam mulutnya, lalu aku berkata pada Desi,

“ Des, Kamu jadi bosku terus aja yah, hhe… ? kataku sambil mengecup bibirnya lembut setelah kami beristirahat.

“ Loh kog gitu emang kenapa Bos… ??? kamu ketagihan ya Bos sama permainan tadi ??? kalo gitu ciumin lagi tubuhku sebelum masa jabatanku berakhir, hahaha? uajarnya padaku yang kali ini agak manja dan sedikit menggoda,

“ Saya terima printah Bos dengan senang hati dan hati yang lapang, hha? jawabku sambil mulai menjilati kembali tubuh bugilnya yang mulus dan menelentang pasrah itu tanpa ada yang terlewatkan.

Singkat cerita kamupun terkulai lemas dan tertidur pulas. Kami tertidur pulas tanpa sehelai benangpun. Dan selesailah permainan Peran Bos dan anak buah yang kami mainkan di hari itu. Dipagi harinya kamipun mandi dan segera berkemas-kemas untuk pulang kerumah masin-masing untuk meneruskan istirahat. Pada Hari Seninnya kamipun kembali masuk kerja, pagi-pagi di kantor, kami bertemu saling memandang sejenak lalu tertawa bersama. Selesai.

Minggu, 04 Desember 2016

thumbnail

CERITA DEWASA - NIKMATNYA NGESEX DENGAN TUNANGAN TEMANKU

NIKMATNYA NGESEX DENGAN TUNANGAN TEMANKU


kali ini menceritakan Cerita Sex dari seorang Pria bernama Dodi yang menaruh hati kepada teman wanita sekantornya. Teman wanita dari dodi itu tak lain adalah tunangan teman sekantor Dodi yang beranama fredi. Dodipun tidak memperdulikan status wanita itu, dan pada akhirnya dodipun bersetubuh dengan tunangan Fredi. Mau tahu kelanjutan ceritanya, Langsung aja yuk baca dan simak baik baik cerita dewasa ini.

Hey guest, perkenalkan namaku Dodi ( nama samaran ), usiaku saat ini 26 tahun, tinggi badan 173 cm, dan berat badanku 68 kg. Aku akan menceritakan kisah Sex ku dengmelalui situs web ini , dan aku juga baru kali ini berbagi cerita ke situs web dewasa seperti ini. Aku mengenal salah satu wanita dikantorku bernama Devinta, dia adalah sosok wanita yang aku kenal baru saja. Tapi entah mengapa aku sudah jatuh hati dengan dia. Mungkin saja aku jatuh cinta karena kecantikannya, selain cantik dia juga wanita yang ramah dan flexybel. So, dengan kepribadianya dia mempunyai banyak teman, namun mayoritas temannya adalah Pria. Meskipun belum lama mengenalku Devinta sendiri sudah sangat akrab sekali denganku. Oh iya guest, Devinta ini memiliki tubuh yang sangat ideal sekali.

Dia mempunyai tinggi badan 169 cm dengan berat badan 56 kg, dengan berat badan dan tinggi yang ideal body-nya terlihat sangat sexy. Ditambah lagi Devinta juga mempunyai payudara yang lumayan indah, payudara yang tidak begitu besar, tapi terlihat padat dan bulat. Apalagi pantat Devinta sangat semok, kenyal dan kencang, hal itu menambah kesempurnaan Devinta. Hari demi hari aku-pun semakin dengan dia, tapi kedekatanku itu agak membuatku kecewa, Karena Devinta adalah kekasih temanku yang bernama Fredi dan sebentar lagi akan bertunangan. Huh. Tapi meskipun Devinta akan bertunangan, tapi tidak merubah kedekatan dengan teman-teman Pria-nya termasuk aku. Rasa cintaku kepada Devinta pun tidak pernah hilang.

Jujur saja guest, aku selalu berharap agar hubungan Devinta agar bubar. Tapi nampaknya harapanku kepada Devinta sedikit menemui titik terang, karena akhir-akhir ini aku dan dia selalu mengerjakan tugas kantor bersama, so, otomatis kita semakin dekat dong.hhe. Pekerjaan yang kita kerjakan bersama membuat aku selalu bersama Devinta. Tak jarang aku mendapatkan momen berdua dengan Devinta. Dan aku pun memberanikan diri untuk sedikit menunjukan rasa sukaku kepada Devinta, tidak kusangka ternyata Devinta pun juga merasakaan hal yang sama juga.

Sampailah suatu hari aku melihat Devinta sedang duduk dan aku melihat nya sedang memandangi handphone-nya dengan sangat serius dan fokus. Hal itu membuatku penasaran dan aku langsung menuju ketempat dia duduk, dengan cara mengendap-endap karena aku ingin tau apa yang dilihat oleh Devinta. Sesampainya ditempat Devinta, ternyata dia sedang membaca artikel cerita sex disalah satu situs dewasa. Kemudian secara refleks akupun langsung mengagetkan dia,

“ Ouhhhh… kamu suka baca begituan ya Dev, pantes aja kelihatan serius sekali..hha ?? ” tanyaku mengagetkan Devinta.
Secara refleks, Devinta pun langsung menutup Hanphone-nya dan berkata,

“ Kamu kok tiba-tiba disini, emang kamu dari mana, kok aku gak tau kedatanganmu Dod?? ” tanya Devinta dengan terkejut.

“ Udah deeeh gak usah malu-malu, lanjutin aja bacanya ” ujarku.

“ Enggak aahh ada kamu ” balas Devinta.

“ Gak papa kok, kadang aku juga suka baca yang begituan kok ” ucapku.

“ Aaahhh kamu ternyata sama aja Dod….” ucapnya,

“ Emang kalau baca aja, nanti kalau sudah horny kamu ngapain Dev?? ” tanyaku.

“ Ya gak ngapa-ngapain to Dod, ya mau ngapain lagi ” jawab Devinta.

“ Aaaahhh yang bener, cewek kalau horny kan biasanya minta disetubuhi Dev ? ” cetusku sambil mendekatkan tubuhku kepada Devinta.

“ Iyhaa bener juga siiih kata kamu Dod ” jawab Devinta sambil tertawa.

Dan kemudian Devinta mengatakan sesuatu yang sangat mengagetkan hatiku.

“ Kamu udah punya pacar Dod..? ” tanya Devinta.

“ Eh, belom.. nggak laku Dev.. mana ada yang mau sama Aku..? ” jawabku sedikit berbohong.

“ Ah bohong Kamu Dod..! ” ucap Devinta sambil mencubit lenganku.

Secara tiba- tiba aliran darahku-pun seperti mengalir dengan cepat, otomatis titikupun berdiri dengan perlahan, aku jadi salah tingkah. Sepertinya Devinta melihat perubahan yang terjadi pada diriku, aku langsung pura-pura mau mengambil minum lagi, karena memang minumanku sudah habis, tetapi dia langsung menarik tanganku.

“ Ada apa Dev..? Minumannya sudah habis juga..? ” kataku pura-pura bodoh.

“ Dod, Kamu mau nolongin Aku..? ” ucap Devinta seperti memelas.

“ Iyaa.., ada apa Dev..? ” jawabku.

“ Aku.., Aku.. pengen bercinta Dod..? ” pinta Devinta.

“ Hah..! ”

kaget juga aku mendengarnya, bagai petir di siang hari, bayangkan saja, baru juga satu jam yang lalu kami berkenalan, tetapi dia sudah mengucapkan hal seperti itu kepadaku.

“ Ka.., Kamu..? ” ujarku terbata-bata.

Belum juga kusempat meneruskan kata- kataku, telunjuknya langsung ditempelkan ke bibirku, kemudian dia membelai pipiku, kemudian dengan lembut dia juga mencium bibirku. Aku hanya bisa diam saja mendapat perlakuan seperti itu. Walaupun ini mungkin bukan yang pertama kalinya bagiku, namun kalau yang seperti ini aku baru yang pertama kalinya merasakan dengan orang yang baru kukenal. Begitu lembut dia mencium bibirku, kemudian dia berbisik kepadaku.

“ Aku pengen bercinta sama Kamu, Dod..! Puasin Aku Dod..! ” Lalu dia mulai mencium telinganku, kemudian leherku, “ Aahh..! ” aku mendesah.

Mendapat perlakuan seperti itu, gejolakku akhirnya bangkit juga. Begitu lembut sekali dia mencium sekitar leherku, kemudian dia kembali mencium bibirku, dijulurkan lidahnya menjalari rongga mulutku. Akhirnya ciumannya kubalas juga, gelombang nafasnya mulai tidak beraturan. Cukup lama juga kami berciuman, kemudian kulepaskan ciumannya, kemudian kujilat telinganya, dan menelusuri lehernya yang putih bak pualam. Ia mendesah kenikmatan.

“ Aahh Dod..! ” dessahnya,

Mendengar desahannya, aku semakin bernafsu, tanganku mulai menjalar ke belakang, ke dalam Kaosnya. Kemudian kuarahkan menuju ke pengait BH-nya, dengan sekali sentakan, pengait itu terlepas. Kemudian aku mencium bibirnya lagi, kali ini ciumannya sudah mulai agak beringas, mungkin karena nafsu yang sudah mencapai ubun- ubun, lidahku disedotnya sampai terasa sakit, tetapi sakitnya sakit nikmat.

“ Dod.., buka dong bajunya..! ” katanya manja.

“ Bukain dong Dev.., ” kataku. Sambil menciumiku,

Devinta membuka satu persatu kancing kemeja, kemudian kaos dalamku, kemudian dia lemparkan ke samping tempat tidur. Dia langsung mencium leherku, terus ke arah puting susuku. Aku hanya bisa mendesah karena nikmatnya,

“ Akhh.., Dev. ” desahku,

Kemudian Devinta mulai membuka sabukku dan celanaku dibukanya juga. Akhirnya tinggal celana dalam saja. Dia tersenyum ketika Melihat kepala kemaluanku off set alias menyembul ke atas. Devinta Melihat wajahku sebentar, kemudian dia cium kepala kemaluanku yang menyembul keluar itu. Dengan perlahan dia turunkan celana dalamku, kemudian dia lemparkan seenaknya. Dengan penuh nafsu dia mulai menjilati cairang bening yang keluar dari kemaluanku, rasanya nikmat sekali. Setelah puas menjilati, kemudian dia mulai memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya.

“ Okhh.. nikmat sekali, ” kataku dalam hati,

Sepertinya kemaluanku terasa disedot-sedot. Devinta sangat menikmatinya, sekali- sekali dia gigit kemaluanku.

“ Auwww.., sakit dong Dev..! ” kataku sambil agak meringis.

Devinta seperti tidak mendengar ucapanku, dia masih tetap saja memaju- mundurkan kepalanya. Mendapat perlakuannya, akhirnya aku tidak kuat juga, aku sudah tidak kuat lagi menahannya,

“ Dev, Aku mau keluar.. akhh..! ” Devinta cuek saja, dia malah menyedot batang kemaluanku lebih keras lagi, hingga akhirnya,

“ Croott.. croott.. croott.. !!! ”

Aku menyemburkan Spermaku ke dalam mulut Devinta. Dia menelan semua cairan spermaku, terasa agak ngilu juga tetapi nikmat. Setelah cairannya benar-benar bersih, Devinta kemudian berdiri, kemudian dia membuka semua pakaiannya, sampai akhirnya dia telanjang bulat.

Kemudian dia menghampiriku, menciumi bibirku.

“ Puasin Aku Dod..! ” katanya sambil memeluk tubuhku,

Kemudian dia menuju tempat tidur. Sampai disana dia tidur telentang. Aku lalu mendekatinya, tubuhnya yang elok, kuciumi bibirnya, kemudian kujilati belakang telinga kirinya. Dia mendesah keenakan,

“ Ssss… Uhhhh… Aahh…. ” Mendengar desahannya, aku tambah bernafsu, kemudian lidahku mulai menjalar ke payudaranya. Kujilati putingnya yang sebelah kiri, sedangkan tangan kananku meremas payudaranya yang sebelah kiri, sambil kadang kupelintir putingnya.

“ Okkhh..! Dodi sayang, terus Dod..! Okhh..! ” desahnya mulai tidak menentu.

Puas dengan bukit kembarnya, badanku kugeser, kemudian kujilati pusarnya, jilatanku makin turun ke bawah. Kujilati sekitar pangkal pahanya, Devinta mulai Devenguh hebat, tangan kananku mulai mengelus Vaginanya, lalu kumasukkan, mencari sesuatu yang mungkin kata orang itu adalah Itil. Devinta semakin Devenguh hebat, dia menggelinjang bak ikan yang kehabisan air. Kemudian aku mulai menjilati bibir kemaluannya, kukuakkan sedikit bibir kemaluannya, terlihat jelas sekali apa yang namanya Itil, dengan agak sedikit menahan nafas, kusedot Itilnya.

“ Aakkhh.. Dod.., ” Devinta menjerit agak keras,

Rupanya dia sudah orgasme, karena aku merasakan cairan yang menyemprot hidungku, kaget juga aku. Mungkin ini pengalaman pertamaku menjilati kemaluan wanita, karena sebelumnya aku tidak pernah. Aku masih saja menjilati dan menyedot Itilnya.

“ Dod..! Masukin Dod..! Masukin..! ” pinta dia dengan wajah memerah menahan nafsu.

Aku yang dari tadi memang sudah menahan nafsu, lalu bangkit dan mengarahkan kejantananku ke mulut kemaluannya, kugesek-gesekkan dulu di sekitar bibir kemaluannya.

“ Udah dong Dod..! Cepet masukin..! ” katanya manja.

Hemmm… rupanya ini cewek nggak sabaran banget ya ( kataku dalam hati ).Kemudian kutarik tubuhnya ke bawah, sehingga kakinya menjuntai ke lantai, terlihat kemaluannya yang menyembul. Pahanya kulebarkan sFredikit, kemudian kuarahkan kemaluanku ke arah liang senggama yang merah merekah. Perlahan tapi pasti kudorong tubuhku.

“ Bless..! ” akhirnya kemaluanku terbenam di dalam liang kemaluan Devinta.

“ Aaakkhh Dod..! ” desah Devinta.

Kaget juga dia karena sentakan kemaluanku yang langsung menerobos kemaluan Devinta. Aku mulai mengerakkan tubuhku, makin lama makin cepat, kadang- kadang sambil meremas- remas kedua payudaranya. Kemudian kubungkukkan badanku, lalu kuhisap puting susunya.

“ Aakkhh.., teruss.., Sayangg..! Teruss..! ” erang Devinta sambil tangannya memegang kedua pipiku.

Aku masih saja menggejot tubuhku, tiba- tiba tubuh Devinta mengejang,

“ Aaakkhh…! ”

Ternyata Devinta sudah mencapai puncaknya duluan.

“ Aku udah keluar duluan Sayang..! ” ucapnya,

“ Aku masih lama Dev.., ” kataku sambil masih menggenjot tubuhku.

Kemudian kuangkat tubuh Devinta ke tengah tempat tidur, secara spontan, kaki Devinta melingkar di pinggangku. Aku menggenjot tubuhku, diikuti goyangan pinggul Devinta.

“ Aakkhh Dev.., punya Kamu enak sekali. ” kataku memuji,

Devinta hanya tersenyum saja. Aku juga heran, kenapa aku bisa lama juga keluarnya. Tubuh kami berdua sudah basah oleh keringat, kami masih mengayuh bersama menuju puncak kenikmatan. Akhirnya aku tidak kuat juga menahan kenikmatan ini.

“ Aahh Dev.., Aku hampir keluar.., ” kataku agak terbata-bata.

“ Aku juga Dod..! Kita keluarin sama- sama ya Sayang..! ” kata Devinta sambil menggoyang pantatnya yang semok dan kenyal itu.

Goyangan pinggul Devinta semakin liar. Aku pun tidak kalah sama halnya dengan Devinta, frekuensi genjotanku makin kupercepat, sampai pada akhirnya,

“ Aaakkhh…! ” jerit Devinta sambil menancapkan kukunya ke pundakku.

“ Aakhh, Devinta.., Aku sayang Kamuu..! ” erangku sambil mendekap tubuh Devinta.

Kami terdiam beberap saat, dengan nafas yang tersenggal-senggal seperti pelari marathon yang berlari beberapa Kilometer.

“ Kamu strong sekali ya Dod, makasih ya Dod udah muasin aku …. emuaaachhh…! ” puji Devinta sembari mengecup bibirku.

“ Iya Dev, aku juga makasih banget karena hari ini kamu udah buat aku puass juga, emuuuuachhh… ” pujiku sembari kubalas ciuman kecilnya tadi.

Singkat cerita setelah kami melakukan hubungan intim tadi, kamipun berpelukan erat dan sejenak menghela nafas. Tak lama kemudian kami-pun bergegas merapikan diri dan memakai pakain kami, karena kami takut kejadian skandal kami dipergoki tunangannya. Sejak kejadian itu kamipun sering melakukan hubungan sex dimana saja selama ada kesempatan, dan sampai sekarang hubungan kami masih berlanjut. Selesai.

Rabu, 30 November 2016

thumbnail

CERITA DEWASA - MALANGNYA NASIB SEORANG KASIR

MALANGNYA NASIB SEORANG KASIR


Hesty yg masih berumur 25 tahun tak menyadari bahayanya bekerja sebagai kasir di sebuah toko serba ada di Jakarta. Dgn semangat dan keinginan untuk mandiri membuat dirinya tak mempedulikan nasehat orang tuanya yg merasa risau melihat putriya sering mendapat giliran tugas dari malam sampai pagi. Hesty lebih memilih bekerja pada shift tersebut, karena dari saat tengah malam sampai pagi, jarang sekali ada pembeli, sesampai Hesty bisa belajar untuk kuliahnya siang nanti

Sampai akhirnya pada suatu malam, Hesty mendapati dirinya ditodong sepucuk pistol tepat di depan matanya. Yg berambut Gondrong, dan yg satu lagi berKriting tebal. Mereka berdua, menerobos masuk membuat Hesty yg sedang berkonsentrasi pada bukunya terkejut.

“Keluarin uangnya!” perintah si Gondrong, semenantia si Kriting memutuskan semua kabel video dan telepon yg ada di toko itu. Tangan Hesty gemetar berusaha membuka laci kasir yg ada di depannya, saking takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa kali. Setelah beberapa saat, Hesty berhasil membuka laci itu dan memerikan semua uang yg ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si Gondrong, Hesty tak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di laci tersebut. Karena itu setiap kelebihannya langsung dimasukan ke brankas. Setelah si Gondrong merampas uang itu, Hesty langsung mundur ke belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh.

“Masa cuma segini?!” bentak si Gondrong.

“Buka brankasnya! Sekarang!” Mereka berdua menggiring Hesty masuk ke kantor manajernya dan mendorongnya sampai jatuh berlutut di hadapan brankas. Hesty mulai menangis, ia tak tahu nomor kombinasi brankas itu, ia hanya menyelipkan uang masuk ke dalam brankas melalui celah pintunya.

“Cepat!” bentak si Kriting, Hesty merasakan pistol menempel di belakang kepalanya. Hesty berusaha untuk menjelaskan kalau ia tak mengetahui nomor brankas itu. Untunglah, melihat mata Hesty yg ketakutan, mereka berdua percaya. “Brengsek! Nggak sebanding sama resikonya! Iket dia, biar dia nggak bisa manggil polisi!” Hesty di dudukkan di kursi manajernya dgn tangan diikat ke belakang. Kemudian kedua kaki Hesty juga diikat ke kaki kursi yg ia duduki. si Kriting kemudian mengambil plester dan menempelkannya ke mulut Hesty.

“Beres! Ayo cabut!”

“Tunggu! Tunggu dulu cing! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.

“Cepetan! Nanti ada yg tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.

“Aku pengen liat benanti aja!”.

Mata Hesty terbelalak ketika si Gondrong mendekat dan menarik t-shirt merah muda yg ia kenakan. Dgn satu tarikan keras, t-shirt itu robek membuat BH-nya terlihat. Payudara Hesty yg berukuran sedang, bergoyg-goyg karena Hesty meronta-ronta dalam ikatannya.

“Wow, oke banget!” si Gondrong berseru kagum.

“Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Kriting, tak begitu tertarik pada Hesty karena sibuk mengawasi keadaan depan toko.

Tapi si Gondrong tak peduli, ia sekarang meraba-raba pentil susu Hesty lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudara Hesty. Dan tiba-tiba, dgn satu tarikan BH Hesty ditariknya, tubuh Hesty ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH Hesty terputus dan sekarang payudara Hesty bergoyg bebas tanpa ditutupi selembar benangpun.

“Jangan!” teriak Hesty. Tapi yg tedengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Hesty mulut si Gondrong menghisapi pentil susunya pertama yg kiri lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Hesty menjerit ketika si Gondrong mengigit pentil susunya.

“Diem! Jangan berisik!” si Gondrong menampar Hesty, sampai berkunang-kunang. Hesty hanya bisa menangis.

“Aku bilang diem!”, sembari berkata itu si Gondrong menampar payudara Hesty, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Hesty. Kemudian si Gondrong bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Hesty terus menjerit-jerit dgn mulut diplester, semenantia si Gondrong terus memukuli payudara Hesty sampai akhirnya bulatan payudara Hesty berwarna merah.

“Ayo, cepetan cing!”, si Kriting menarik tangan si Gondrong.

“Kita musti cepet minggat dari sini!” Hesty bersyukur ketika melihat si Gondrong diseret keluar ruangan oleh si Kriting. Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Hesty bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Hesty berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Di meja ada gunting, tapi ia tak bisa bergerak sama sekali.

“Hey, Rendra! Tokonya kosong!”.

“Masa, cepetan ambil permen!”.

“Goblok lo, ambil bir tolol!”.

Tubuh Hesty menegang, mendengar suara beberapa anak-anak di bagian depan toko. Dari suaranya ia mengetahui bahwa itu adalah anak-anak berandal yg ada di lingkungan itu. Mereka baru berusia sekitar 15 sampai 17 tahun. Hesty mengeluarkan suara minta tolong.

“sstt! Lo denger nggak?!”.

“Cepet kembaliin semua!”.

“Lari, lari! Kita ketauan!”.

Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam kantor manajer. Ia terperangah melihat Hesty, terikat di kursi, dgn t-shirt robek membuat payudaranya mengacung ke arahnya.

“Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai.

“Hei, liat nih! Ada kejutan!”

Hesty berusaha menjelaskan pada mereka, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya. Tapi yg keluar hanya suara gumanan karena mulutnya masih tertutup plester. Satu demi satu berandalan itu masuk ke dalam kantor. Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima! Lima wajah-wajah dgn senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Hesty, yg terus meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka. Berandalan, yg berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum dgn penemuan mereka.

“Gila! Perempuan nih!”.

“Dia telanjang!”.

“Tu liat susunya! susu!”.

“Mana, mana aku pengen liat!”.

“Aku pengen pegang!”.

“Pasti alus tuh!”.

“Bawahnya kayak apa ya?!”.

Mereka semua berkomenanti bersamaan, kegirangan menemukan Hesty yg sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Hesty, tangan-tangan meraih tubuh Hesty. Hesty tak tahu lagi, milik siapa tanga-tangan tersebut, semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas payudaranya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik pentil susunya. Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukan ujung lidahnya ke lubang telinga Hesty.

“Ayo, kita lepasin dia dari kursi!” Mereka melepaskan ikatan pada kaki Hesty, tapi dgn tangan masih terikat di belakang, sambil terus meraba dan meremas tubuh Hesty. Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Hesty keluar menuju bagian depan toko. Hesty meronta-ronta ketika merasa ada yg berusaha melepaskan kancing jeansnya. Mereka menarik-narik jeans Hesty sampai akhirnya turun sampai ke lutut. Hesty terus meronta-ronta, dan akhirnya mereka berenam jatuh tersungkur ke lantai. Sebelum Hesty sempat membalikkan tubuhnya, tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat kemudian Hesty merasakan sakit yg amat sangat di bokongnya. Hesty melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap mengayunkannya lagi ke bokongnya!

“Bangun! Bangun!” ia berteriak, kemudian mengayunkan lagi ikat pinggangnya. Sebuah garis merah timbul di bokong Hesty. Hesty berusaha berguling melindungi bokongnya yg terasa sakit sekali. Tapi berandal tadi tak peduli, ia kembali mengayunkan ikat pinggang tadi yg sekarang menghajar perut Hesty.

“Bangun! naik ke sini!” berandal tadi menyapu barang-barang yg ada di atas meja layan sampai berjatuhan ke lantai. Hesty berusaha bangun tapi tak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar payudaranya. Hesty berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri. Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada kawannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!”

Langsung saja Hesty mendapat pukulan di bokongnya. Berandal-berandal yg lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu mendorong dan menarik tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sesampai mereka punya alasan lagi buat memukulnya. Berandal yg pertama tadi kembali dgn membawa segulung plester besar. Ia mendorong Hesty sampai berbaring telentang di atas meja. Pertama ia melepaskan tangan Hesty kemudian langsung mengikatnya dgn plester di sudut-sudut meja, tangan Hesty sekarang terikat erat dgn plester sampai ke kaki meja. Selanjutnya ia melepaskan sepatu, jeans dan celana dalam Hesty dan mengikatkan kaki-kaki Hesty ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Hesty berbaring telentang, telanjang bulat dgn tangan dan kaki terbuka lebar menyerupai huruf X.

“Waktu Pesta!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana dalamnya. Mata Hesty terbelalak melihat kemaluannya menggantung, setengah keras sepanjang 20 senti. Berandal tadi memegang pinggul Hesty dan menariknya sampai mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok kemaluannya sampai berdiri mengacung tegang.

“Waktunya masuk!” ia bersorak semenantia kawan-kawan lainnya bersorak dan tertawa. Dgn satu dorongan keras, kemaluannya masuk ke kemaluan Hesty. Hesty melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, semenantia berandal tadi mulai bergerak keluar masuk. Kawannya naik ke atas meja, menduduki dada Hesty, membuat Hesty sulit bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya, mengeluarkan kemaluannya dari celana dalamnya. Plester di mulut Hesty ditariknya sampai lepas. Hesty berusaha berteriak, tapi mulutnya langsung dimasuki oleh kemaluan berandal yg ada di atasnya. Langsung saja, kemaluan tadi mengeras dan membesar bersamaan dgn keluar masuknya kemaluan tadi di mulut Hesty. Pandangan Hesty berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika tiba-tiba mulutnya dipenuhi cairan kental, yg terasa asin dan pahit. Semprotan demi semprotan masuk, tanpa bisa dimuntahkan oleh Hesty. Hesty terus menelan cairan tadi agar bisa terus mengambil nafas.

Berandal yg duduk di atas dada Hesty turun ketika kemudian, berandal yg sedang meperkosanya di pinggir meja bergerak makin cepat. Ia memukuli perut Hesty, membuat Hesty mengejang dan kemaluannya berkontraksi menjepit kemaluannya. Ia kemudian memegang payudara Hesty sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang mendekati orgasme. Tangannya meremas dan menarik payudara Hesty ketika tubuhnya bergetar dan sperma pun menyemprot keluar, terus-menerus mengalir masuk di kemaluan Hesty. Semenantia itu berandal yg lainnya berdiri di samping meja dan melakukan masturbasi, ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami ejakulasi bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan dada Hesty.

Hesty tak tahu apa yg terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di toko tadi, masih terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya. Hesty meronta-ronta membuat payudaranya bergoyg-goyg. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari plester yg mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Hesty berhasil melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki kanannya. Tinggal satu lagi.
“Wah, wah, wah!” terdengar suara laki-laki di pintu depan. Hesty terkejut dan berusaha menutupi dada dan kemaluannya dgn kedua tangannya.

“Tolong saya!” ratap Hesty.

“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa! Tolong saya Pak, panggilkan polisi!”

“Nama lu Hesty kan?” tanya laki-laki tadi.

“Bagaimana bapak tahu nama saya?” Hesty bingung dan takut.

“Aku Rendra. Orang yg kerjaannya di toko ini lo rebut!”.

“Saya tak merebut pekerjaan bapak. Saya tahu dari iklan di koran. Saya betul-betul tak tahu pak! Tolong saya pak!”.

“Gara-gara lo ngelamar ke sini aku jadi dipecat! Aku nggak heran lo diterima kalo liat bodi lo”.

Hesty kembali merasa ketakutan melihat Rendra, seseorang yg belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi sudah membencinya. Hesty kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya, membuat Raoy naik pitam. Ia menyambar tangan Hesty dan menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dgn plester, dan plester itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, sampai Hesty betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Hesty kesakitan, ia menggeliat dan payudaranya semakin membusung keluar.

“Lepaskan! Sakit! aduuhh! Saya tak memecat bapak! Kenapa saya diikat?”

“Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya aku udah keduluan. Jadi aku rusak aja deh nih toko”.

Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Hesty sesampai sekarang Hesty duduk di pinggir meja dgn tangan terikat di belakang. Kemudian diikatnya lagi dgn plester.
Kemudian Rendra mulai menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh. Kemudian Rendra mulai menghancurkan kotak pendingin es krim yg ada di kanan Hesty. Es krim beterbangan dilempar oleh Rendra. Beberapa di anantianya mengenai tubuh Hesty, kemudian meleleh mengalir turun, melewati punggungnya masuk ke belahan bokongnya. Di depan, es tadi mengalir melalui belahan payudaranya, turun ke perut dan mengalir ke kemaluan Hesty. Rasa dingin juga menempel di payudara Hesty, membuat pentilnya mengeras san mengacung. Ketika Rendra selesai, tubuh Hesty bergetar kedinginan dan lengket karena es krim yg meleleh.

“Lo keliatan kedinginan!” ejek Rendra sambil menyentil pentil susu Hesty yg mengeras kaku.

“Aku musti kasih lo sesuatu yg anget.”

Rendra kemudian mendekati wajan untuk mengoreng hot dog yg ada di tengah ruangan. Hesty melihat Rendra mendekat membawa beberapa buah sosis yg berasap. “Jangaann!” Hesty berteriak ketika Rendra membuka bibir kemaluannya dan memasukan satu sosis ke dalam kemaluannya yg terasa dingin karena es tadi. Kemudian ia memasukan sosis yg kedua, dan ketiga. Sosis yg keempat putus ketika akan dimasukan. Kemaluan Hesty sekarang diisi oleh tiga buah sosis yg masih berasap. Hesty menangis kesakitan kerena panas yg dirasakannya.

“Keliatannya nikmat!” Rendra tertawa.

“Tapi aku lebih suka dgn mustard!” Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu. Cairan mustard keluar menyemprot ke kemaluan Hesty. Hesty menangis terus, melihat dirinya disiksa dgn cara yg tak terbaygkan olehnya.
Sambil tertawa Rendra melanjutkan usahanya menghancurkan isi toko itu. Hesty berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya tersengal-sengal, ia tak kuat menahan semua ini. Tubuh Hesty bergerak lunglai jatuh.”

“Hei! Kalo kerja jangan tidur!” bentak Rendra sambil menampar pipi Hesty.

“Lo tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”

Hesty meronta ketakutan melihat Rendra memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya keras sekali. Rendra mendekatkan satu jepitan ke pentil susu kanan Hesty, menekannya sampai terbuka dan melepaskannya sampai menutup kembali menjepit pentil susu Hesty. Hesty menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke pentil susunya. Kemudian Rendra juga menjepit pentil susu yg ada di sebelah kiri. Air mata Hesty bercucuran di pipi.
Kemudian Rendra mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Rendra sampai membuka keluar, Hesty merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat payudaranya tertarik dan ia menjerit kesakitan.

“Nah, udah jadi. Lo tau kan pintu depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dgn cara ditarik bukan didorong. Jadi aku sekarang pergi dulu, terus nanti aku pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!”

“Jangan! saya mohoon! mohon! jangan! jangan! ampun!”

Rendra tak peduli, ia keluar dan tak lupa memasang kunci pada pintu itu sampai sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dgn ditarik. Hesty menangis ketakutan, pentil susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Hesty berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil. Lama kemudian terlihat sebuah baygan di depan pintu, Hesty melihat ternyata baygan itu milik gelandangan yg sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Hesty, telanjang dgn payudara mengacung.

Gelandang itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tak terbuka. Kemudian ia meraih pegangan pintu dan mulai menariknya.

Hesty berusaha menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yg kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yg ada di pentil susunya. Gigi-gigi yg sudah menancap di daging pentil susunya tertarik, merobek pentil susunya. Hesty menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan.

Hesty tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di rangka besi meja kasir. Sedangkan kakinya juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Pentil susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat pentil susunya mengacung tegang. Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Hesty merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan bokongnya dari belakang. Sesuatu yg dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Hesty menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir.

“Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tak tahan lagi.”

“Tapi Mbak, bokong Mbak kan belon.” gelandangan itu berkata tak jelas.

“Jangan!” Hesty meronta, ketika kemaluan gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari kemaluannya tak bisa masuk ke dalam anus Hesty. Lalu ia berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Hesty.

Hesty menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dgn keadaan masih mempunyai tutup botol yg berpinggiran tajam. Liang anus Hesty tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dgn harapan liang anus Hesty bisa membesar.

Setelah beberapa saat, gelandangan tadi mencabut botol tadi. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Hesty, tapi ia tak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan kemaluannya ke dalam anus Hesty yg sekarang sudah membesar karena dimasuki botol bir. Gelandang tadi mulai bergerak kesenangan, sudah lama sekali ia tak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan keras sesampai Hesty merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap gelandangan tadi bergerak maju. Hesty terus menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yg mungkin membawa penyakit kelamin, tapi gelandangan tadi terus bergerak makin makin cepat, tangannya meremas payudara Hesty, membuat Hesty menjerit karena pentil susunya yg terluka ikut diremas dan dipilih-pilin. Akhirnya dgn satu erangan, gelandang tadi orgasme, dan Hesty merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Hesty
.
“Makasih ya Mbak! Saya puas sekali! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Hesty. Kemudian ia mendorong Hesty duduk dan kembali mengikat tangan Hesty ke belakang, kemudian mengikat kaki Hesty erat-erat. Kemudian tubuh Hesty didorongnya ke bawah meja kasir sampai tak terlihat dari luar.

Sambi terus mengumam terima kasih gelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. Hesty terus menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Hesty jatuh pingsan kelelahan dan shock. Ia baru tersadar ketika ditemukan oleh rekan kerjanya yg masuk pukul 6 pagi.

Selasa, 29 November 2016

thumbnail

CERITA DEWASA - PIJIT PLUS PLUS MBAK FERA

PIJIT PLUS PLUS MBAK FERA


Cuaca Ibu kota negara kita ini terasa begitu panas, hal ini menambah hawa panas suasana di dalam angkot. Saat itu kurang lebih 5 menit lagi aku sampai kantorku, berhubung kerjaan hari ini sudah kukerjakan semalam, maka aku memutuskan untuk meneruskan perjalanku dengan angkot ini, lagdian masih ada waktu luang 2 jam lagi. Ketika angin yang tertiup dari sela jendela angkot sedang kunikmati, terciumlah aroma khas seorang wanita, bau dari wanita setengah baya memang agak lain, tetapi aroma ini mampu membuat seorang prdia menerawang hingga jauh ke alam yang belum pernah pria rasakan. Ketika aku sedang menikmati aroma badan wanita itu, aku terkagetkan oleh ucapan wanita itu,
“ Dek.., tolong dong jendelanya ditutup sedikit, jangan dibuka lebar-lebar , nanti saya bisa masuk angin ”, kata seorang wanita setengah baya di depanku pelan.
Aku sejenak terdiam, dan bengong memperhatikan wanita setengah baya itu,
“ Eh dek, denger nggak sih, jendelanya tolong dirapetin sedikit.., ” katanya lagi.
“ I…i … Ini mksdnya …? ” kataku.
“ Iya itu, bener … ”
Seketika itu juga aku menutup jendela angkot dan melihat kearahnya lagi,
“ Terima kasih, ” ucapnya.
“ I… i… iya sama-sama ” balasku,
Sebenenarnya aku ingin sekali ada bahan yang yang bisa kami omongkan lagi, agar aku tidak perlu curi-curi pandang kepadanya. Ketika itu pandagan mataku aku melirik kearah lehernya, tiba-tiba saja mataku terarah dadanya yang terbuka cukup lebar yang memperlihatkan belahan payudaranya. Sebenarnya aku belum pernah bicara di angkot dengan seorang wanita, apalagi separuh baya lagi. Kalau kini aku berani pasti karena dadanya terbuka, pasti karena peluhnya yang membasahi leher, pasti karena aku terlalu terbuai lamunan. Dia malah melengos. . Lalu asyik membuka tabloid. . Aku tidak dapat lagi memandanginya. Kantorku sudah terlewat. Aku masih di atas angkot. Perempuan paruh baya itu pun masih duduk di depanku. Masih menutupi diri dengan tabloid.
Tidak lama wanita itu mengetuk langit-langit angkot. Sopir menepikan kendaraan persis di depan sebuah salon. Aku perhatikan dia sejak bangkit hingga turun. Angkot bergerak pelan, aku masih melihat ke arahnya, untuk memastikan ke mana arah wanita itu. ketika aku mengikuti dia tersenyum, menantang dengan mata genit sambil mendekati pintu salon. Dalm fikiranku bertanya tanya, Dia kerja di sana, ataukah dia mau kesalon itu. Matanya dikedipkankan, bersamaan masuknya angkot lain di belakang angkotku tadi. Sungguh,dadaku tiba-tiba berdetak kencang sekali,
“ Bang, Bang kiri Bang..! ”
Semua penumpang menoleh ke arahku. Apakah suaraku mengganggu ketenangan mereka ?,
“ Pelan-pelan suaranya kan bisa Dek, ” sang supir menggerutu sambil memberikan kembaldian.
Aku membalik arah lalu berjalan cepat, penuh semangat. Satu dua, satu dua. Yes.., akhirnya. Namun, tiba-tiba keberandianku hilang. Apa katanya nanti ? Apa yang aku harus bilang, lho tadi kedip-kedipin mata, maksudnya apa ? Mendadak jari tanganku dingin semua. Wajahku merah padam. Lho, salon kan tempat umum. Semua orang bebas masuk asal punya uang. Bodoh amat. Come on lets go! Langkahku semangat lagi. Pintu salon kubuka.
“ Selamat siang Mas, ” kata seorang penjaga salon,
“ Potong, creambath, facial atau massage (pijat)..? ”
“ Massage, boleh. ” ujarku sekenanya.
Aku dibimbing ke sebuah ruangan. Ada sekat-sekat, tidak tertutup sepenuhnya. Tetapi sejak tadi aku tidak melihat wanita yang lehernya berkeringat yang tadi mengerlingkan mata ke arahku. Ke mana dia ? Atau jangan-jangan dia tidak masuk ke salon ini, hanya pura-pura masuk. Ah. Shit! Aku tertipu. Tapi tidak apa-apa toh tipuan ini membimbingku ke alam lain. Dulu aku paling anti masuk salon. Kalau potong rambut ya masuk ke tukang pangkas di pasar. Ah.., wanita yang lehernya berkeringat itu begitu besar mengubah keberandianku,
“ Buka bajunya, celananya juga, ” ujar wanita tadi manja menggoda,
“ Nih pake celana ini..! ”
Aku disodorkan celana pantai tapi lebih pendek lagi. Bahannya tipis, tapi baunya harum. Garis setrikaannya masih terlihat. Aku menurut saja. Membuka celanaku dan bajuku lalu gantung di kapstok. Ada dipan kecil panjangnya dua meter, lebarnya hanya muat badanku dan lebih sedekit. Wanita muda itu sudah keluar sejak melempar celana pijit. Aku tiduran sambil baca majalah yang tergeletak di rak samping tempat tidur kecil itu. Sekenanya saja kubuka halaman majalah.
“ Tunggu ya..! ” ujar wanita tadi dari jauh, lalu pergi ke balik ruangan ke meja depan ketika dia menerima kedatanganku.
“ Mbak Fera.., udah ada pasien tuh, ” ujarnya dari ruang sebelah. Aku jelas mendengarnya dari sini.
Kembali ruangan sepi. Hanya suara kebetan majalah yang kubuka cepat yang terdengar selebihnya musik lembut yang mengalun dari speaker yang ditanam di langit-langit ruangan.
Langkah sepatu hak tinggi terdengar, pletak-pletok-pletok. Makin lama makin jelas. Dadaku mulai berdegup lagi. Wajahku mulai panas. Jari tangan mulai dingin. Aku makin membenamkan wajah di atas tulisan majalah.
“ Halo..! ” suara itu mengagetkanku.
Hah… Suara itu lagi. Suara yang kukenal, itu kan suara yang meminta aku menutup kaca angkot. Dadaku berguncang. Haruskah kujawab sapaan itu ? Oh.., aku hanya dapat menunduk, melihat kakinya yang bergerak ke sana ke mari di ruangan sempit itu. Betisnya mulus ditumbuhi bulu-bulu halus. Aku masih ingat sepatunya tadi di angkot. Hitam. Aku tidak ingat motifnya, hanya ingat warnanya.
“ Mau dipijat atau mau baca, ” ujarnya ramah mengambil majalah dari hadapanku,
“ Ayo tengkurap..!!! ”
Tangannya mulai mengoleskan cream ke atas punggungku. Aku tersetrum. Tangannya halus. Dingin. Aku kegeldian menikmati tangannya yang menari di atas kulit punggung. Lalu pijitan turun ke bawah. Dia menurunkan sedekit tali kolor sehingga pinggulku tersentuh. Dia menekan-nekan agak kuat. Aku meringis menahan sensasasi yang waow..! Kini dia pindah ke selangkangan, agak berani dia masuk sedekit ke selangkangan. Aku meringis merasai sentuhan kulit jarinya. Tapi belum begitu lama dia pindah ke betis.
“ Balik badannya..! ” pintanya.
Aku membalikkan badanku. Lalu dia mengolesi dadaku dengan cream. Pijitan turun ke perut. Aku tidak berani menatap wajahnya. Aku memandang ke arah lain mengindari adu tatap. Dia tidak bercerita apa-apa. Aku pun segan memulai cerita. Dipijat seperti ini lebih nikmat diam meresapi remasan, sentuhan kulitnya. Bagiku itu sudah jauh lebih nikmat daripada bercerita. Dari perut turun ke selangkangan. Ah, selangkanganku disentuh lagi, diremas, lalu dia menjamah betisku, dan selesai. Dia berlalu ke ruangan sebelah setelah membereskan cream. Aku hanya ditinggali handuk kecil hangat. Kuusap sisa cream. Dan kubuka celana pantai. Astaga. Ada cairan putih di celana dalamku. Di kantor, aku masih terbayang-bayang wanita yang di lehernya ada keringat. Masih terasa tangannya di punggung, dada, perut, selangkangan. Aku tidak tahan.
Esoknya, dari rumah kuitung-itung waktu. Agar kejadian kemarin terulang. Jam berapa aku berangkat. Jam berapa harus sampai di Ciledug, jam berapa harus naik angkot yang penuh gelora itu. Ah, Aku terlambat setengah jam. Padahal, wajah wanita setengah baya yang di lehernya ada keringat sudah terbayang. Ini gara-gara ibuku menyuruh pergi ke rumah Tante Eni. Bayar arisan. Tidak apalah hari ini tidak ketemu. Toh masih ada hari esok. Aku bergegas naik angkot yang melintas. Toh, si setengah baya itu pasti sudah lebih dulu tiba di salonnya. Aku duduk di belakang, tempat favorit. Jendela kubuka. Angkot melaju. Angin menerobos kencang hingga seseorang yang membaca tabloid menutupi wajahnya terganggu.
“ Mas Tut.. ” hah..? suara itu lagi, suara wanita setengah baya yang kali ini karena mendung tidak lagi ada keringat di lehernya. Dia tidak melanjutkan kalimatnya.
Aku tersenyum. Dia tidak membalas tapi lebih ramah. Tidak pasang wajah perangnya.
“ Kayak kemarinlah.., ” ujarnya sambil mengangkat tabloid menutupi wajahnya.
Begitu kebetulankah ini? Keberuntungankah? Atau kean, karena dia masih mengangkat tabloid menutupi wajah? Aku kira aku sudah terlambat untuk bisa satu angkot dengannya. Atau jangan-jangan dia juga disuruh ibunya bayar arisan. Aku menyesal mengutuk ibu ketika pergi. Paling tidak ada untungnya juga ibu menyuruh bayar arisan.
“ Mbak Fera.., ” gumamku dalam hati.
Perlu tidak ya kutegur? Lalu ngomong apa? Lha wong Mbak Fera menutupi wajahnya begitu. Itu artinya dia tidak mau diganggu. Mbak Fera sudah turun. Aku masih termangu. Turun tidak, turun tidak, aku hitung kancing. Dari atas: Turun. Ke bawah: Tidak. Ke bawah lagi: Turun. Ke bawah lagi: Tidak. Ke bawah lagi: Turun. Ke bawah lagi: Tidak. Ke bawah lagi: Hah habis kancingku habis. Mengapa kancing baju cuma tujuh?
Hah, aku ada ide: toh masih ada kancing di bagian lengan, kalau belum cukup kancing Bapak-bapak di sebelahku juga bisa. Begini saja daripada repot-repot. Anggap saja tdiap-tdiap baju sama dengan jumlah kancing bajuku: Tujuh. Sekarang hitung penumpang angkot dan supir. Penumpang lima lalu supir, jadi enam kali tujuh, 42 hore aku turun. Tapi eh.., seorang penumpang pakai kaos oblong, mati aku. Ah masa bodo. Pokoknya turun.
“ Kiri Bang..! ”
Aku lalu menuju salon. Alamak.., jauhnya. Aku lupa kelamaan menghitung kancing. Ya tidak apa-apa, hitung-hitung olahraga. Hap. Hap.
“ Mau pijit lagi..? ” ujar suara wanita muda yang kemarin menuntunku menuju ruang pijat.
“ Ya. ”
Lalu aku menuju ruang yang kemarin. Sekarang sudah lebih lancar. Aku tahu di mana ruangannya. Tidak perlu diantar. Wanita muda itu mengikuti di belakang. Kemudian menyerahkan celana pantai.
“ Mbak Fera, pasien menunggu, ” katanya.
Majalah lagi, ah tidak aku harus bicara padanya. Bicara apa? Ah apa saja. Masak tidak ada yang bisa dibicarakan. Suara pletak-pletok mendekat.
“ Ayo tengkurap..! ” kata wanita setengah baya itu.
Aku tengkurap. Dia memulai pijitan. Kali ini lebih bertenaga dan aku memang benar-benar pegal, sehingga terbuai pijitannya.
“ Telentang..! ” katanya.
Kuputuskan untuk berani menatap wajahnya. Paling tidak aku dapat melihat leher yang basah keringat karena kepayahan memijat. Dia cukup lama bermain-main di perut. Sesekali tangannya nakal menelusup ke bagian tepi celana dalam. Tapi belum tersentuh kepala kejantanankuku. Sekali. Kedua kali dia memasukkan jari tangannya. Dia menyenggol kepala kejantanankuku. Dia masih dingin tanpa ekspresi. Lalu pindah ke pangkal selangkangan. Ah mengapa begitu cepat. Jarinya mengelus tdiap mili selangkanganku. Kejantananku sudah mengeras. Betul-betul keras. Aku masih penasaran, dia seperti tanpa ekspresi. Tetapi eh.., diam-diam dia mencuri pandang ke arah kejantananku. Lama sekali dia memijati pangkal selangkanganku. Seakan sengaja memainkan Kejantananku. Ketika Kejantananku melemah dia seperti tahu bagaimana menghidupkannya, memijat tepat di bagian pangkal selangkangan.
Lalu dia memijat lutut. Kejantananku melemah. Lalu dia kembali memijat pangkal selangkanganku. Ah an, aku dipermainkan seperti anak bayi. Selesai dipijat dia tidak meninggalkan aku. Tapi mengelap dengan handuk hangat sisa-sisa cream pijit yang masih menempel di badanku. Aku duduk di tepi dipan. Dia membersihkan punggungku dengan handuk hangat. Ketika menjangkau pantatku dia agak mendekat. Bau badannya tercium. Bau badan wanita setengah baya yang yang meleleh oleh keringat. Aku pertegas bahwa aku mengendus kuat-kuat aroma itu. Dia tersenyum ramah. Eh bisa juga wanita setengah baya ini ramah kepadaku.Lalu dia membersihkan selangkanganku sebelah kiri, ke pangkal selangkangan.
Ketika Kejantananku berdenyut-denyut, Sengaja kuperlihatkan agar dia dapat melihatnya. Di balik kain tipis, celana pantai ini dia sebetulnya bisa melihat arah turun naik Kejantananku. Kini pindah ke selangkangan sebelah kanan. Dia tepat berada di tengah-tengah. Aku tidak menjepit badannya. Tapi kakiku saja yang seperti memagari badannya. Aku membayangkan dapat menjepitnya di sini. Tetapi, bayangan itu terganggu. Terganggu wanita muda yang di ruang sebelah yang kadang-kadang tanpa tujuan jelas bolak-balik ke ruang pijat. Dari jarak yang begitu dekat ini, aku jelas melihat wajahnya. Tidak terlalu ayu. Hidungnya tidak mancung tetapi juga tidak pesek. Bibirnya sedang tidak terlalu sensual.
Nafasnya tercium hidungku. Ah segar. Payudara itu dari jarak yang cukup dekat jelas membayang. Cukuplah kalau tanganku menyergapnya. Dia terus mengelap selangkanganku. Dari jarak yang dekat ini hawa panas badannya terasa. Tapi dia dingin sekali. Membuatku tidak berani. Ciut. Kejantananku tiba-tiba juga ikut-ikutan ciut. Tetapi, aku harus berani. Toh dia sudah seperti pasrah berada di dekapan kakiku. Aku harus, harus, harus..! Apakah perlu menhitung kancing. Aku tidak berpakaian kini. Lagi pula percuma, tadi saja di angkot aku kalah lawan kancing. Aku harus memulai. Lihatlah, masak dia begitu berani tadi menyentuh kepala Kejantananku saat memijat perut. Ah, kini dia malah berlutut seperti menunggu satu kata saja dariku.
Dia berlutut mengelap selangkangan bagian belakang. Kaki kusandarkan di tembok yang membuat dia bebas berlama-lama membersihkan bagian belakang selangkanganku. Mulutnya persis di depan Kejantananku hanya beberapa jari. Inilah kesempatan itu. Kesempatan tidak akan datang dua kali. Ayo. Tunggu apa lagi. Ayo cepat dia hampir selesai membersihkan belakang selangkangan. Ayo..! Aku masih diam saja. Sampai dia selesai mengelap bagian belakang selangkanganku dan berdiri. Ah bodoh. Benarkan kesempatan itu lewat. Dia sudah membereskan peralatan pijat. Tapi sebelum berlalu masih sempat melihatku sekilas.
Betulkan, dia tidak akan datang begitu saja. Badannya berbalik lalu melangkah. Pletak, pletok, sepatunya berbunyi memecah sunyi. Makin lama suara sepatu itu seperti mengutukku bukan berbunyi pletak pelok lagi, tapi bodoh, bodoh, bodoh sampai suara itu hilang. Aku hanya mendengus. Membuang napas. Sudahlah. Masih ada esok. Tetapi tidak lama, suara pletak-pletok terdengar semakin nyaring. Dari iramanya bukan sedang berjalan. Tetapi berlari. Bodoh, bodoh, bodoh. Eh.., kesempatan, kesempatan, kesempatan. Aku masih mematung. Duduk di tepi dipan. Kaki disandarkan di dinding. Dia tersenyum melihatku.
“ Maaf Mas, sapu tangan saya ketinggalan, ” katanya.
Dia mencari-cari. Di mana? Aku masih mematung. Kulihat di bawahku ada kain, ya seperti saputangan.
“ Itu kali Mbak, ” kataku datar dan tanpa tekanan.
Dia berjongkok persis di depanku, seperti ketika dia membersihkan selangkangan bagian bawah. Ini kesempatan kedua. Tidak akan hadir kesempatan ketiga. Lihatlah dia tadi begitu teliti membenahi semua perlatannya. Apalagi yang dapat tertinggal? Mungkin sapu tangan ini saja suatu kealpaan. Ya, seseorang toh dapat saja lupa pada sesuatu, juga pada sapu tangan. Karena itulah, tidak akan hadir kesempatan ketiga. Ayo..!
“ Mbak.., selangkanganku masih sakit nih..! ” kataku memelas, ya sebagai alasan juga mengapa aku masih bertahan duduk di tepi dipan.
Dia berjongkok mengambil sapu tangan. Lalu memegang selangkanganku,
“ Yang mana..? ”
Yes..! Aku berhasil.
“ Ini.., ” kutunjuk pangkal selangkanganku.
“ Besok saja Sayang..! ” ujarnya.
Dia hanya mengelus tanpa tenaga. Tapi dia masih berjongkok di bawahku.
“ Yang ini atau yang itu..? ” katanya menggoda, menunjuk Kejantanankuku.
Darahku mendesir. Kejantanankuku tegang seperti mainan anak-anak yang dituip melembung. Keras sekali.
“ Jangan cuma ditunjuk dong, dipegang boleh. ”
Dia berdiri. Lalu menyentuh Kejantananku dengan sisi luar jari tangannya. Yes, Aku bisa dapatkan dia, wanita setengah baya yang meleleh keringatnya di angkot karena kepanasan. Dia menyentuhnya. Kali ini dengan telapak tangan. Tapi masih terhalang kain celana. Hangatnya, bdiar begitu, tetap terasa. Aku menggelepar.
“ Sst..! Jangan di sini..! ” katanya.
Kini dia tidak malu-malu lagi menyelinapkan jemarinya ke dalam celana dalamku. Lalu dekocok-kocok sebentar. Aku memegang teteknya. Bibirku melumat bibirnya.
“ Jangan di sini Sayang..! ” katanya manja lalu melepaskan sergapanku.
“ Masih sepi ini..! ” kataku makin berani.
Kemudian aku merangkulnya lagi, menyiuminya lagi. Dia menikmati, tangannya mengocok Kejantananku.
“ Besar ya..? ” ujarnya.
Aku makin bersemangat, makin membara, makin terbakar. Wanita setengah baya itu merenggangkan bibirnya, dia terengah-engah, dia menikmati dengan mata terpejam.
“ Mbak Fera telepon.., ” suara wanita muda dari ruang sebelah menyalak, seperti bel dalam pertarungan tinju.
Mbak Fera merapihkan pakaiannya lalu pergi menjawab telepon.
“ Ngapadian sih di situ..? ” katanya lagi seperti iri pada Fera.
Aku mengambil pakaianku. Baru saja aku memasang ikat pinggang, Fera menghampiriku sambil berkata,
“ Telepon aku ya..! ”
Dia menyerahkan nomor telepon di atas kertas putih yang disobek sekenanya. Pasti terburu-buru. Aku langsung memasukkan ke saku baju tanpa mencermati nomor-nomornya. Nampak ada perubahan besar pada Fera. Dia tidak lagi dingin dan ketus. Kalau saja, tidak keburu wanita yang menjaga telepon datang, dia sudah melumat Kejantananku. Lihat saja dia sudah separuh berlutut mengarah pada Kejantananku. Untung ada tissue yang tercecer, sehingga ada alasan buat Fera. Dia mengambil tissue itu, sambil mendengar kabar gembira dari wanita yang menunggu telepon. Dia hanya menampakkan diri separuh badan.
“ Mbak Fera.., aku mau makan dulu. Jagain sebentar ya..! ”
Ya itulah kabar gembira, karena Fera lalu mengangguk. Setelah mengunci salon, Fera kembali ke tempatku. Hari itu memang masih pagi, baru pukul 11.00 siang, belum ada yang datang, baru aku saja. Aku menanti dengan debaran jantung yang membuncah-buncah. Fera datang. Kami seperti tidak ingin membuang waktu, melepas pakaian masing-masing lalu memulai pergumulan. Fera menjilatiku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku menikmati kelincahan lidah wanita setengah baya yang tahu di mana titik-titik yang harus dituju. Aku terpejam menahan air mani yang sudah di ujung. Bergantdian Fera kini telentang.
“ Pijit saya Mas..! ” katanya melenguh.
Kujilati payudaranya, dia melenguh. Lalu Kewanitaannya, basah sekali. Dia membuncah ketika aku melumat klitorisnya. Lalu mengangkang.
“ Aku sudah tak tahan, ayo dong..! ” ujarnya merajuk.
Saat kusorongkan Kejantananku menuju kewanitaannya, dia melenguh lagi.
“ Ah.. Sudah tiga tahun, benda ini tak kurasakan Sayang. Aku hanya main dengan tangan. Kadang-kadang ketimun. Jangan dimasukkan dulu Sayang, aku belum siap. Ya sekarang..! ” pintanya penuh manja.
Tetapi mendadak bunyi telepon di ruang depan berdering. Kring..! Aku mengurungkan niatku. Kring..!
“ Mbak Fera, telepon. ” kataku.
Dia berjalan menuju ruang telepon di sebelah. Aku mengikutinya. Sambil menjawab telepon di kursi dia menunggingkan pantatnya.
“ Ya sekarang Sayang..! ” katanya.
“ Halo..? ” katanya sedekit terengah.
“ Oh ya. Ya nggak apa-apa, ” katanya menjawab telepon.
“ Siapa Mbak..? ” kataku sambil menancapkan Kejantananku amblas seluruhnya.
“ Si Dila, yang tadi. Dia mau pulang dulu menjenguk orang tuanya sakit katanya sih begitu, ” kata Fera.
Setelah beberapa lama menyodoknya, “ Terus dong Yang. Auhh aku mau keluar ah.., Yang tolloong..! ” dia mendesah keras.
Lalu dia bangkit dan pergi secepatnya.
“ Yang.., cepat-cepat berkemas. Sebentar lagi Mbak Mirna yang punya salon ini datang, bdiasanya jam segini dia datang. ”
Kemudian akupun bergegas untuk merapikan diri dan bersiap keluar dari salon itu. Singkat cerita dalam perjalanan pulang aku terbayang-bayang oleh kejadian tadi, sungguh hari ini hari yang sangat sehat. Selesai.

About

Diberdayakan oleh Blogger.